Angin berhembus dengan pelannya, hingga tak terasa dingin
hanya terasa sejuk. Anehnya, rambut Kamal yang tidak seberpa panjangnya bisa
saling melambai karena tertiup angin itu. Pemuda berusia 18 tahun itu sedang
memikirkan sesuatu, khawatir angin itu malah membuat ia tertidur. Tapi rasanya
tak mungkin, Kamal ditemani gadis cantik yang sedang duduk di sampingnya. Gadis
yang telah mengikat dirinya dengan Kamal melalui hubungan sepasang kekasih
sejak dua tahun yang lalu. Mereka kini telah sama-sama di tua kan umurnya oleh
waktu. Banyak yang harus berubah dari hidup mereka. Perubahan yang mungkin
sebagian orang tidak menyukainya, sebab tidak ada yang tahu perubahan akan
membawa hidup ke arah mana, bahagia atau sedih. Tapi sekuat apapun manusia menolak
perubahan datang, sadar atau tidak manusia justru membutuhkan perubahan itu. Oleh
karenanya Tuhan selalu memberikan perubahan di tiap waktu hidup manusia, tanpa
izin dari manusianya karena memang kehidupan milikNya.
“apa yang kau pikirkan Kamal?” tanya gadis cantik itu yang
memiliki nama Dilla sejak lahir.
“aku ingin membicarakan suatu hal sebenarnya Dil”
“sama aku?”
“bukan. Sama perempuan yang mau menunggu aku.” Jawab Kamal
dengan senyum laki-lakinya.
“hah? Maksudnya?”
“aku akan pergi merantau Dil, aku akan kuliah disana.”
“merantau kemana? Kenapa tidak kuliah disini saja, disini
kan juga ada perguruan tinggi?”
“merantau ke Jakarta. Aku akan meneruskan pendidikanku ke
jurusan kedokteran”
“bukannya bukan dokter cita-cita kamu? Sejak kapan berubah
pikiran?” tanya Dilla sambil menyatukan alisnya secara reflek.
“sejak orang tuaku memintanya Dil”
“kan kamu yang akan menjalaninya, kenapa tidak menuruti
keinginan kamu?”
“kita ini hidup hanya sekali dan aku tidak tahu kapan akan
berakhir. Aku Cuma takut, hidup sudah berakhir lebih dulu sebelum aku
memberikan satu keinginan mereka terwujud”
“ya, keinginan yang lain kan bisa.”
“keinginan yang lain mereka bisa dapatkan sendiri. Hanya ini
keinginan yang harus aku yang melakukannya.”
“huh ya sudah. Omong-omong banyak gadis cantik disana, apa
ini sekalian salam keberakhiran ya?” tanya Dilla dengan wajah yang tidak lagi
ada senyum di bibirnya.
“kok kamu bilang gitu. Bukan jarak dan waktu yang akan
membuat kita berakhir Dil, tapi ijab kabul.”
“memang bukan jarak dan waktu yang akan membuat kita
berakhir, maksud aku bisa jadi perempuan lain yang jadi penyebabnya, hmm”
“hahaha kamu lucu sih, tapi aku suka. Sebegitu khawatirnya
ya kamu?”
“ya, menurut kamu saja. Tapi nggak juga sih, disini masih
banyak persediaan laki-lakinya.”
“kamu tau nggak, harusnya aku yang khawatir jauh dari kamu.”
Ucap Kamal sambil memegang kedua sisi wajah Dila yang sedari tadi memalingkan
wajahnya dari Kamal.
“nggak tahu. Kenapa?” jawab Dila datar.
“karena kamu punya banyak hal yang disukai semua laki-laki
dan cuma kamu wanita yang memiliki hal yang aku suka” ucap Kamal sambil
lagi-lagi tersenyum.
“kamu tahu nggak?” tanya Dila dengan senyum yang ceria.
“apa?”
“laki-laki itu kalau gombal manisnya melebihi sastrawan, dan
kalau ketahuan salah membela dirinya melebihi pengacara.” Ucap Dila dengan
senyum dipaksa.
Suasana tiba-tiba hening. Kamal atau Dilla sama-sama tak
ingin melanjutkan pembicaraan mereka. Bagi Kamal, Dilla adalah wanita yang
sangat pengertian. Nanti juga ia akan luluh dan mau menerima keputusan Kamal
yang memang sangat berat bagi Kamal sendiri. Di lain sisi, Dila menganggap
Kamal adalah laki-laki yang sangat baik, perlahan dengan sangat dipaksa ia
mencoba memberikan rasa percayanya pada Kamal. Meskipun pembicaraan mereka
sudah selesai, tapi angin masih saja menggoyangkan tubuhnya menyentuh sepasang
kekasih yang sedang membayangkan perubahan di hidup mereka. Entah perubahan itu
akan membahagiakan atau tidak, mereka sedang menebak-nebaknya.
to be continued
SOCIALIZE IT →