Asik berjalan-jalan dengan Kamal, Nisa merasa liburan kali
ini tidak akan pernah ia lupakan seumur hidup. Setiap langkah pemandangan
indah, setiap detik momennya pun indah ah rasanya ia bisa jatuh cinta
berkali-kali dengan tempat ini dan orang yang berasal dari sini. Sepeda yang ia
kendarai pun menambah keindahan suasana hatinya. Dari sini ia bisa memandangi
bahu Kamal yang sedang mengendarai sepeda juga di depannya. Dari sini ia bisa
merasakan sejuknya udara yang bergerak cepat menyelimuti wajahnya. Wah indah
dan nyaman sekali rasanya. Perasaan indah itu tiba-tba dihentikan oleh Kamal
yang tiba-tiba juga menghentikan sepedanya. Terlihat seorang gadis dan seorang
laki-laki sedang berjalan bersama juga nampak berhenti di hadapan kedua calon
dokter ini. Nisa yang tak mengenalnya pun hanya bisa diam dan mencoba berkeliling
di sekitar itu sendiri. Sebab ia berpikir mungkin itu teman-teman Kamal yang
ingin disapa oleh Kamal. Meskipun, terlihat sekali tidak ada suasana hangat
seperti teman disana, yang ada justru sangat dingin.
“Aduh Kamal tolongin
dong” teriak Nisa tiba-tiba.
“Hah, Nis kamu kenapa?” tanya Kamal sambil begegas turun
dari sepedanya dan menghampiri Nisa.
“jalanannya licin banget sih” ucap Nisa yang sedang terjatuh
di tanah.
“hati-hati makanya”
“Kamal antar aku pulang dulu yuk, baju aku kotor banget”
“ayok Nis” ucap Kamal yang sedang membantu Nisa berdiri
sambil memandang ke arah Dila yang matanya tak berhenti menatap tajam ke arah
Kamal.
Tidak ada bahasa verbal sedikit pun di bagian ini. Hanya ada
bahasa nonverbal yang selalu mengatakan bahwa perubahan yang terjadi ternyata
memberikan kesedihan. Dila hanya bisa membiarkan laki-laki yang dulu
menuntunnya, kini menuntun perempuan lain di depan matanya. Kamal juga hanya
bisa diam melihat perempuan yang dulu di sampingnya, kini di samping laki-laki
lain di depan matanya. Waktu seketika berjalan begitu lambat, seolah ingin
Kamal dan Dila lebih meresapi rasa sakit di tiap detik ini.
...
Angin malam yang sejuk sedang asik menemani Kamal yang
sedang duduk di halaman rumahnya. Seperti sedang menanggung sesuatu yang sangat
menyakitkan namun tidak bisa ia katakan apa bentuknya dan bagaimana cara
menghilangkannya. Subjek lain pun tiba-tiba ikut bergabung, kini selain angin
sejuk Nisa pun ikut menemani Kamal di malam yang agak sedikit sendu bagi Kamal.
“kamal, tempat kamu tuh indah banget ya” ucap Nisa memulai
pembicaraan.
“haha iya dong”
“mana katanya ada bidadari?”
“kamu nggak lihat yang tadi pagi?”
“itu bidadarinya?” tanya Nisa terkejut.
“iya haha, tapi dia sedang berubah. Kali ini aku benar-benar
takut kehilangan dia, Cuma aku bingung harus apa”
“Kamal?” seru Nisa datar.
“ya nis?”
“jujur aku kira awalnya bidadari itu ibu kamu. Tapi ternyata
memang benar-benar wanita yang lain”
“hmm, lalu kenapa?” tanya Kamal lugu.
“kenapa? Ya memangnya kenapa ya?”
“nis?” tanya Kamal yang sepertinya mulai mengerti.
“aku kira kita sudah lebih dari teman meskipun tidak ada
yang menyatakannya. Sikap kamu terlalu manis Mal untuk hanya sebagai teman”
ucap Nisa dengan setetes air mata yang tidak bisa ia bendung lebih lama lagi.
“Nis, aku nggak pernah bermaksud seperti itu”
“ya Mal, aku lah yang mengartikannya seperti itu. Aku nggak
tahu siapa yang harus disalahkan. Jujur 6 bulan kenal kamu, aku nyaman. Kerudung
yang belum mau aku pakai, sekarang malah aku merasa kurang kalau belum pakai
kerudung. Haha lucu memang, padahal awalnya aku pakai ini hanya ingin perasaan
kamu tenang kalau lihat aku”
“nis, maafin aku.Tapi, aku nggak mau jelasin apapun, karena
memang aku salah” ucap Kamal dengan perasaan bingung yang sangat besar.
“nggak apa kok Mal”
Nisa pun bergegas masuk ke dalam meninggalkan Kamal seorang
diri. Sebagai seorang laki-laki tentu ada hasrat untuk mengejar Nisa, namun ia
takut situasi semakin tak bisa diartikan jika ia melakukan itu. Ini seperti, hari
pertama yang cukup buruk di tempat yang indah ini.
...
“Dila?” panggil Nisa yang tidak sengaja bertemu dengan Dila
di tempat ini, tempat kemarin mereka bertemu.
“ya?”
“namaku Nisa Dil”
“oh ya, ada apa Nis?”
“aku mau jelasin kalau aku dan Kamal hanya sebatas teman.
Kamal hanya terlalu baik saja sebagai laki-laki”
“haha kamu seperti sedang berrbicara dengan istrinya Kamal.
Kenapa aku harus tahu penjelasan ini?” ucap Dila sambil tertawa kecil.
“aku tahu kalian pacaran kan, dan pasti kamu sekarang sedang
marah karena cemburu denganku. Maaf kalau terlalu percaya diri, tapi memang itu
kenyataannya”
“aku tidak mengerti sama sekali”
“aku yakin kamu mengerti. Intinya, aku Cuma mau bilang
jangan tinggalkan laki-laki yang menyayangimu hanya karena ia terlalu baik
dengan wanita lain”
“terimakasih atas nasihatnya, Nis. Aku sungguh tidak sekuno
itu, tapi justru karena alasan itu aku menganggap rasa sayang Kamal padaku juga
hanya karena sifatnya yang terlalu baik dengan perempuan. Alasan itu membuat
aku tidak tahu apa bedanya aku dengan yang lain”
Nisa yang sebenarnya juga tidak suka dengan sikap Kamal pun
akhirnya tak bisa menjawab apapun. Ia hanya terdiam karena memang wajar jika
Dila berkata begitu. Sikap Kamal padanya tak bisa sepenuhnya dianggap hanya
sebagai teman, meskipun memang hanya itu kenyataannya. Di lain sisi, Dila pergi
bergegas meninggalkan Nisa sendiri, seolah bisa membaca apa yang ada di pikiran
Nisa
to be cont....
SOCIALIZE IT →